Nama Bank
|
Kode Bank
|
Bank
BNI
|
009
|
Bank
Mandiri
|
008
|
Bank
BRI
|
002
|
Bank
Danamon
|
011
|
Bank
Permata
|
013
|
Bank
Niaga
|
022
|
LippoBank
|
026
|
Bank
NISP
|
028
|
Bank
BII
|
016
|
Bank
Bukopin
|
441
|
Bank
Bumiputera
|
485
|
Bank
Mega
|
426
|
Bank
Panin
|
019
|
Bank
Muamalat
|
147
|
Bank
Syariah Mandiri
|
451
|
Bank
Syariah Mega Indonesia
|
506
|
Bank
UOB Buana
|
023
|
Bank
Commonwealth
|
950
|
Bank
Mayapada
|
097
|
ABN
AMRO
|
052
|
Standard
Chartered Bank
|
050
|
Bank
DKI
|
111
|
Bank
Jabar
|
110
|
Bank
Riau
|
119
|
Bank
Jatim
|
114
|
Bank
Nagari
|
118
|
Bank
Papua
|
132
|
Bank
NTT
|
130
|
Bank
BPD NTB
|
128
|
Bank
Sulsel
|
126
|
Bank
Sulut
|
127
|
Bank
BPD Jambi
|
115
|
Bank
Lampung
|
121
|
Bank
BPD DIY
|
112
|
Bank
Sumut
|
117
|
Bank
Maluku
|
131
|
Bank
BPD Bali
|
129
|
Bank
BPD Kaltim
|
124
|
Bank
Kalsel
|
122
|
Bank
Sultra
|
135
|
Bank
Bengkulu
|
133
|
Bank
BPD Aceh
|
116
|
Bank
Nusantara Parahyangan
|
145
|
Bank
Mestika
|
151
|
Bank
IFI
|
093
|
Bank
Ina Perdana
|
513
|
Bank
Agroniaga
|
494
|
Bank
Saudara
|
212
|
Bank
Eksekutif
|
558
|
Bank
Arta Niaga Kencana
|
020
|
Bank
Ganesha
|
161
|
Bank
Mayora
|
553
|
Bank
Artos Indonesia
|
542
|
BPR
KS
|
558
|
Bank
BPD Kalteng
|
125
|
Bank
Swadesi
|
146
|
Bank
Jateng
|
113
|
Wednesday, May 15, 2013
DAFTAR KODE BANK
Bahaya Mie Instan
http://health.kompas.com/read/2012/06/20/17115136/Salah.Kaprah.Mi.Instan.Ditakuti.Mi.Lain.Digemari
KOMPAS.com
Pihak
Kepolisian sekali lagi berhasil menggerebek pabrik mi yang beromzet besar dan
sudah beroperasi puluhan tahun kedapatan menggunakan bahan pengawet formalin
dan perwarna berbahaya dalam kandungan mi produksinya. Mungkin saja banyak
industri rumahan lainnya harus lebih diawasi dan dimonitor ketat tentang
penggunaan bahan pengawet berbahaya yang dapat menekan ongkos produksi tetapi
sangat berbahaya bagi masyarakat. Faktanya, masyarakat justru tak pernah
kawatir dengan bahaya yang mengancam ini. Tetapi uniknya, justru masyarakat
sangat fobi dengan bahaya mi instan
buatan pabrik ternama yang sudah dijamin keamanannya oleh BPOM.
Sampai
saat ini, para orang tua bahkan sebagian dokter masih khawatir dan takut akan
bahaya mi instan. Padahal berkali-kali BPOM mengatakan mi instan dijamin aman,
pengawetnya aman dan tidak berbahaya dikonsumsi dalam jumlah tertentu atau
kewajaran. Tetapi inilah keunikan klasik masyarakat Indonesia, masyarakat
sangat fobi dengan mi instan kemasan yang sudah berstandar Internasional tetapi
tidak khawatir dengan mi produksi lain berupa mi tradisonal dan mi kemasan
“home product” lainnya yang masih tidak diketahui jenis dan jumlah bahan
pengawetnya.
Makanan
favorit masyarakat ini selalu saja setiap waktu dihantui ketakutan berlebihan.
Bukan kali ini saja penggemar mi instant dicekam berita yang mengkhawatirkan.
Meski berkali-kali badan POM menjelaskan bahwa mi instant aman, tetapi seperti
sebelumnya berbagai berita yang tidak jelas tetap sering dituding bahwa mi
instan mengandung lilin, menyebabkan operasi pemotongan usus dan berbagai hal
menyeramkan lainnya. Anehnya, orangtua tampaknya tetap merasa aman dengan mi
industri lain yang juga banyak dikonsumsi untuk rumah makan, restoran dan
penjaja mi goreng keliling. Padahal produk mi instant diawasi ketat melalui
standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC),
sedangkan produk lainnya tersebut belum tentu mengikuti standarisasi yang
ketat.
Justru
mi buatan “home industry” yang dijual di pinggir jalan, di pasar tradisional
atau bahkan dijual di super market saat ini tidak ada yang tahu jumlah dan
jenis bahan pengawetnya. Apakah berbhaya atau tidak ? Padahal faktanya sudah
banyak dijumpai mi seringkali dicampur pengawet makanan yang berbahaya seperti
borax atau formalin. Bahkan sudah sering disaksikan di media masa petugas
kepolisian menggerebek “home Industri” pembuat mi yang menggunakan bahan berbahaya.
Padahal pabrik tersebut sudah puluhan tahun beroperasi dan memproduksi sangat
bannmyak mi yang dikonsumsi oleh banyak masyarakat tidak disadari. Belum lagi
zat warna yang digunakan saat ini tidak ada yang mengetahui apakah jenisnya
berbaya atau tidak. Justru zat warna yang kuning terang itu biasanya
menggunaklan zat warna yang berbahaya. Sekali lagi, masyarakat tidak pernah
trauma bahkan sangat lahap makan mi seperti itu, tetapi sebaliknya masyarakat
sangat trauma dengan mi instan. Padahal mi instan tertentu yang sudah
berstandar Internasional selalu menerapkan prinsip aman dalam berproduksi.
Sehingga jelas tahu komposisi kandanungan bahan yang digunakan dan dijamin aman
karena sudah diirekomendasikan oleh instansi tertentu yang berwenang dan
kredibel.
Bahan
pengawet
Sebenarnya
penggunaan pengawet makanan dalam industri makanan adalah hal yang biasa. Dapat
dikatakan hampir 90% industri makanan kemasan tidak terlepas dalam penggunaan
bahan pengawet. Bahkan penggunaan bahan pengawet makanan berbagai industri
makanan yang tidak mencantumkan label BPOM mungkin justru malah lebih
menyeramkan. Tetapi, bila isu ini mengusik keamanan mi instan akan semakin
menghebohkan karena mi instan adalah merupakan salah satu makanan instant yang
paling banyak dikonsumsi.
Penggunaan
mi instan pada usia anak cukup tinggi. Karena sekitar 30% anak usia di bawah 9
– 12 tahun mengalami gangguan mengunyah dan menelan. Pada kelompok anak seperti
ini seringkali mengalami pilih-pilih makanan. Biasanya, anak-anak tidak
menyukai makanan yang sulit dikunyah dan ditelan seperti makanan berserat keras
seperti sayur, daging sapi dan nasi. Sebaliknya makanan yang tidak berserat
seperti mi, telor, nugget , biskuit, krupuk dan makanan crispy lainnya lebih
banyak digemari. Hal inilah tampaknya yang mendasari mengapa pada anak-anak
lebih sering mengkonsumsi mi.
BPOM
sudah mengumumkan bahwa memang mi instan di pasaran beberapa di antaranya
memakai bahan pengawet methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid. Sebenarnya
bahan pengewet tersebut sebenarnya masih aman dan diperbolehkan digunakan dalam
kadar tertentu. Dalam industri makanan modern saat ini, diperlukan penggunaan
teknologi pengawetan pangan untuk membuat makanan menjadi tahan lama dan tetap
berkualitas, Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah
memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan
dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang
diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia.
Jenis
dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk digunakan telah dikaji keamanannya.
Indonesia menganut Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex
Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission)
merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan.
Berbagai produk dan industri makanan yang ada di Indonesia harus dibuat
berdasarkan CAC.
Menurut
Permenkes No.722/1988, bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam makanan
dalam kadar tertentu adalah Asam Benzoat, Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang
Dioksida, Metil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium
Meta Bisulfit, Kalium Nitrat, Kalium Nitrit, Kalium Propionat, Kalium Sorbat,
Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat,
Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium
Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan
Propil-p-hidroksi-benzoit.
Salah
satu bahan tambahan yang diatur adalah nipagin (methyl p-hydroxybenzoate) yang
berfungsi sebagai pengawet dengan batas maksimum penggunaan. Selain Nipagin,
ada beberapa jenis pengawet lain yang diizinkan BPOM untuk digunakan dalam mie
instan misalnya asam benzoat dan propeonat. Methylparaben nama teknisnya methyl
p-hydroxybenzoate (disebut juga methyl parahydroxybenzoate) juga terdapat dalam
makanan instant dan makanan lainnya. Untuk makanan seperti mie instan, asalkan
tidak melebihkan kadar maksimum yang ditentukan Badan POM, yakni 250 mg per kg.
Waspadai
pada anak
Sebagai
manusia modern di masa depan takkan pernah terlepas dari pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup. Bahan kimia tersebut dalam jumlah dan
jenis tertentu akan saling berinteraksi dengan suatu cara-cara tertentu untuk
menimbulkan respon pada sistem biologi yang dapat menimbulkan kerusakan pada
sistem biologi tersebut. Salah satu unsur toksikologi adalah agen-agen kimia
atau fisika yang mampu menimbulkan respon pada sistem biologi. Selanjutnya,
cara-cara pemaparan merupakan unsur lain yang turut menentukan timbulnya
efek-efek yang tidak diinginkan ini. Tetapi mekanisme tubuh sudah demikian
sempurna. Berbagai zat berbahaya tersebut dalam jumlah tertentu dapat dibuang
ke luar tubuh manusia melalui organ hati sebagai alat detoksifikasi tubuh
manusia.
Bahaya
bahan paparan bahan makanan tersebut sangat tergantung dari jenis bahan, jumlah
paparan dan kondisi setiap individu. Dalam jumlah tertentu dan bahan tertentu
tubuh masih bisa mentolerir. Tetapi pertanyaannya, seberapa banyak jumlah
tertentu tersebut aman dapat dikonsumsi. Hal ini sulit dijawab karena banyak
faktor yang berpengaruh dan belum ada data ilmiah yang menunjukkan efek samping
jangka panjang bahan pengawet tersebut. Sehingga rekomendasi untuk tidak
mengkonsumsi mi instan berlebihanpun selalu dikemukakan. Hal ini wajar terjadi
karena berbagai konsumsi makanan lainnya pun selalu ada batas toleransi jumlah
yang harus dikonsumsi seperti alkohol, kopi, atau makanan tertentu lainnya.
Dalam jumlah berlebihan makanan tertentu akan mengganggu tubuh manusia.
Kondisi
tubuh setiap individu juga sangat berpengaruh. Pada manusia sehat pada umumnya
mungkin zat pengawet tersebut tidak terlalu berdampak karena sistem tubuh yang
baik dapat mengeliminasi dan mengeluarkan zat kimia tersebut dalam tubuh.
Tetapi pada penderita tertentu khususnya usia anak, sistem tubuhnya tidak
berjalan sempurna, sehingga zat kimia tersebut sulit dibuang dari tubuh dan
akan tersimpan dan menganggu fungsi tubuh lainnya.
Hal
ini harus diwaspai pada usia anak dengan gangguan saluran cerna seperti
hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Gangguan
hipersensitifitas saluiran cerna ini biasanya terjadi pada penderita alergi
makanan, seliak, intoleransi makanan, penderita Autism, ADHD dan berbagai
penderita gangguan metabolisme lainnya. Pada gangguan hipersensitivitas saluran
cerna tersebut terjadi ketidakmatangan saluran cerna. Pada penderita seperti
ini sebaiknya lebih mewaspadai penggunaan bahan pengawet termasuk mi instan.
Gejala gangguan hipersensitifitas saluran cerna yang harus diwaspadai adalah
gangguan BAB berupa kesulitan atau sering buang air besar. Gejala saluran cerna
lainnya adalah mudah muntah, nyeri perut, mulut berbau, sering kembung, sering
buang angin, air liur berlebihan, lidah sering kotor dan putih dan berbagai
gejala lainnya.
Berbagai
berita yang menghebohkan tersebut sebenarnya bila dikaji dengan fakta ilmiah
yang ada tidak seperti yang dikhawatirkan. Bahaya dan efek samping bagi tubuh
akibat pengaruh methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid bagi tubuh secara
jangka panjang sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Beberapa
opini yang menyebutkan bahwa mi instan menyebabkan pemotongan usus, penyebab
kanker dan berbagai hal menyeramkan lainnya tersebut sampai sekarang juga masih
belum ada bukti ilmiah yang menyebutkannya. Kalaupun opini tersebut muncul
mungkin saja hanya berdasarkan hipotesa beberapa klinisi yang belum terbukti.
Hanya terdapat laporan ilmiah bawa konsumsi berlebihan dapat mengganggu
lambung. Fenomena ini juga terjadi pada fobia pada MSG (monosodium glutamate).
Ternyata ketakutan pada MSG juga sampai 100 tahun penggunaannya di dunia hingga
sekarang tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa MSG berbahaya bagi
tubuh.
Badan
Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menggolongkan methylparaben dalam kategori
Generally Recognized as Safe (GRAS). Artinya, bahan kimia ini bisa dan aman
untuk digunakan pada sebagian besar produk makanan. Sebagai pengawet makanan,
methylparaben memiliki keunggulan dibanding pengawet lain yaitu lebih mudah
larut air. Oleh karenanya, senyawa ini sering dipakai karena dinilai lebih aman
saat terlibat kontak dengan cairan. Kelebihan lainnya, methylparaben tidak
hanya mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan instan dan awetan. Lebih dari
itu, senyawa ini juga bisa membantu menjaga kestabilan rasa sehingga makanan
dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Di dalam tubuh, senyawa ini juga
relatif aman karena mudah dimetabolisme. Karena mudah diserap, baik melalui
saluran pencernaan maupun kulit, senyawa ini juga lebih cepat dikeluarkan dari
dalam tubuh.
Bahan
pengawet berbahaya ini justru tampak lebih berisiko sering dijumpai pada mi
buatan industri rumahan karena pengawasannya yang lemah dari pihak berwenang.
Pengawet berbahaya seperti formalin yang mengancam di sekitar masyarakat justru
kesannya sangat diabaikan. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ
tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan
kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam
dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran
cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan
adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan pengingkatan resiko
kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja
tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Ciri
mi yang berbahan pengawet berbahaya dan bahan pewarna berbahaya adalah biasanya
mi tampak berwarna kuning terang, kenyal dan keras dan awet sampai beberapa
hari. Sebakliknya mi yang tanpa bahan pengawet berbahaya biasanya justru
warnanya tidak menarik, pucat, lembek dan lunak.
Bagaimana
menyikapinya
Berbagai
berita menghebohkan tersebut merupakan suatu peringatan bagi manusia modern
bahwa ternyata banyak paparan bahan kimia di sekitar yang harus diwaspadai.
Sebenarnya kewaspadaan ini justru bukan pada mi instan tetapi berbagai paparan
bahan kimia lain yang lebih berbahaya dan tidak terlihat mengancam kita tanpa
disadari yang justru terdapat pada mi home industri lainnya. Berbagai produk mi
lain atau bahan makanan lain yang tidak masuk standar SNI justru harus menjadi
perhatian masyarakat. Karena, kandungan jenis dan kadar pengawetnya justru
tidak diketahui secara pasti.
Manusia
modern tidak akan terlepas dari paparan bahan kimia tersebut dalam berbagai
jenis makanannya. Selama jumlah dan jenis bahan kimia tersebut tidak berbahaya
dan dapat ditoleransi oleh tubuh maka kekwatiran berlebihan tersebut seharusnya
tidak terjadi. Meski data ilmiah belum ada bukti yang menunjukkan bahaya methyl
p-hydroxybenzoate dan benzoic acid yang dikatakan aman tersebut bukan berarti
tidak ada bahaya jangka panjang hanya belum diketahui. Karena keterbatasan data
ilmiah tersebut maka sulit menentukan batasan dosis yang berbahaya yang boleh
dikonsumsi bagi manusia.
Justru
karena hal tersebut paling tidak masyarakat dapat menjadikan pelajaran dalam
kasus ini. Bahwa meski bahaya yang mengancam tersebut masih belum kelihatan
nyata secara fakta ilmiah tetapi perilaku konsumsi makanan dengan “back to
nature” adalah paling aman dan ideal bagi kesehatan tubuh. Mi instan yang dikenal
enak, praktis dan murah sulit untuk dilepaskan dari kebiasaan konsumsi
anak-anak. Berdasarkan fakta ilmiah yang ada juga bukan berarti bahwa harus
menghindari konsumsi mi instan. Karena sejauh ini masih belum ada bukti ilmiah
bahaya pengawet tersebut dalam jangka panjang. Tetapi sebaiknya berbagai
lembaga terkait seperti BPOM, lembaga konsumen atau institusi ilmiah untuk
melakukan prioritas penelitian terhadap dampak mi instan bagi tubuh manusia
baik jangka pendek maupun jangka panjang khususnya terhadap usia anak.
Sebaiknya
orangtua harus sangat selektif dalam membeli makanan instan. Pembelian makanan
instan sebaiknya harus dipilih yang mencantumkan label ijin BPOM. Dengan data
tersebut pihak yang berwenang dalam hal ini BPOM dapat menentukan dengan pasti
batas keamanan suatu bahan pengawet yang digunakan. Bila hal itu dilakukan maka
anak-anak penggemar mi instan dapat melahap kenikmatan instan tanpa harus
dihantui kecemasan pada orangtuanya. Meski pengawet dalam mi instan dalam
jumlah tertentu aman, tetapi bila sering konsumsi dalam jumlah besar atau
jangka panjang sebaiknya lebih sering tanpa memakai bumbu dalam mi tersebut.
Karena justru pengawetnya ada pada bumbu yang terkandung bukan dalam bahan
minya. Jadi sebaiknya orangtua memakai bumbu bawang merah, bawang putih dan
garam. Jadi tampaknya kekhawatiran masyarakat selama ini yang salah alamat
harusnya dapat dikoreksi dan lebih dicermati lagi.
Subscribe to:
Posts (Atom)